Budaya Sumba
Share ke Teman81
Pulau Sumba didiami oleh suku Sumba
dan terbagi atas dua kabupaten, Sumba Barat dan Sumba Timur. Masyarakat
Sumba cukup mampu mempertahankan kebudayaan aslinya ditengah-tengah arus
pengaruh asing yang telah singgah di kepulauan Nusa Tenggara Timur
sejak dahulu kala. Kepercayaan khas daerah Marapu, setengah leluhur,
setengah dewa, masih amat hidup ditengah-tengah masyarakat Sumba ash.
Marapu menjadi falsafah dasar bagi berbagai ungkapan budaya Sumba mulai
dari upacara-upacara adat, rumahrumah ibadat (umaratu) rumah-rumah adat
dan tata cara rancang bangunnya, ragam-ragam hias ukiran-ukiran dan
tekstil sampai dengan pembuatan perangkat busana seperti kain-kain
hinggi dan lau serta perlengkapan perhiasan dan senjata.
Di Sumba Timur strata sosial antara kaum bangsawan
(maramba), pemuka agama (kabisu) dan rakyat jelata (ata) masih berlaku,
walaupun tidak setajam dimasa lalu dan jelas juga tidak pula tampak lagi
secara nyata pada tata rias dan busananya. Dewasa ini perbedaan pada
busana lebih ditunjukkan oleh tingkat kepentingan peristiwa seperti pada
pesta-pesta adat, upacara-upacara perkawinan dan kematian dimana
komponen-komponen busana yang dipakai adalah buatan baru. Sedangkan
busana lama atau usang biasanya dipakai di rumah atau untuk bekerja
sehari-hari.
Bagian
terpenting dari perangkat pakaian adat Sumba terletak pada penutup
badan berupa lembar-lembar besar kain hinggi untuk pria dan lau untuk
wanita. Dari kain-kain hinggi dan lau tersebut, yang terbuat dalam
teknik tenun ikat dan pahikung serta aplikasi muti dan hada terungkap
berbagai perlambangan dalam konteks sosial, ekonomi serta religi suku
sumba.
Busana pria
Sebagaimana telah disebutkan busana masyarakat
Sumba dewasa mi cenderung lebih ditekankan pada tingkat kepentingan
serta suasana lingkungan suatu kejadian daripada hirarki status sosial.
Namun masih ada perbedaan-perbedaan kecil. Misalnya busana pria
bangsawan biasanya terbuat dari kain-kain dan aksesoris yang lebih halus
daripada kepunyaan rakyat jelata, tetapi komponen serta tampak
keseluruhannya sama. Menilik hal-hal tersebut maka pembahasan busana
pria sumba ditujukan pada pakaian tradisional yang dikenakan pada
peristiwa besar, upacara, pesta-pesta dan sejenisnya. Karena pada
saat-saat seperti itulah ia tampil dalam keadaan terbaiknya. Busana pria
Sumba terdiri atas bagianbagian penutup kepala, penutup badan dan
sejumlah penunjangnya berupa perhiasan dan senjata tajam.
Sebagai penutup badan digunakan dua lembar hinggi
yaitu hinggi kombu dan hinggi kaworu. Hinggi kombu dipakai pada pinggul
dan diperkuat letaknya dengan sebuah ikat pinggang kulit yang lebar.
Hinggi kaworu atau terkadang juga hinggi raukadama digunakan sebagai
pelengkap. Di kepala dililitkan tiara patang, sejenis penutup kepala
dengan lilitan dan ikatan tertentu yang menampilkan jambul. Jambul
inilah dapat diletakkan di depan, samping kiri atau samping kanan sesuai
dengan maksud perlambang yang ingin dikemukakan. Jambul di depan
misalnya melambangkan kebijaksanaan dan kemandirian. Hinggi dan tiara
terbuat dari tenunan dalam teknik ikat dan pahikung. Khususnya yang
terbuat dengan teknik pahikung disebut tiara pahudu.
Ragam-ragam
hias yang terdapat pada hinggi dan tiara terutama berkaitan dengan alam
lingkungan mahluk hidup seperti abstraksi manusia (tengkorak), udang,
ayam, ular, naga, buaya, kuda, ikan, penyu, cumi-cumi, rusa, burung,
kerbau sampai dengan corak-corak yang dipengaruhi oleh kebudayaan asing
(Cina dan Belanda) yakni naga, bendera tiga warna, mahkota dan singa.
Kesemuanya memiliki arti serta perlambang yang berangkat dari mitologi,
alam pikiran serta kepercayaan mendalam terhadap marapu. Warna hinggi
juga mencerminkan nilai estetis dan status sosial. Hinggi terbaik adalah
hinggi kombu kemudian hinggi kawaru lalu hinggi raukadana dan terakhir
adalah hinggi panda paingu.
Selanjutnya busana pria Sumba dilengkapi dengan
sebilah kabiala yang disisipkan pada sebelah kiri ikat pinggang.
Sedangkan pergelangan tangan kiri dipakai kanatar dan mutisalak. Secara
tradisional busana pria tidak menggunakan alas kaki, namun dewasa ini
perlengkapan tersebut semakin banyak digunakan khususnya didearah
perkotaan. Kabiala adalah lambang kejantanan, muti salak menyatakan
kemampuan ekonomi serta tingkat sosial. Demikian pula halnya
perhiasan-perhiasan lainnya. Secara menyeluruh hiasan dan penunjang
busana ini merupakan simbol kearifan, keperkasaan serta budi baik
seseorang.
Busana Adat Wanita
Pakaian
pesta dan upacara wanita Sumba Timur selalu melibatkan pilihan beberapa
kain yang diberi nama sesuai dengan teknik pembuatannya seperti lau
kaworu, lau pahudu, lau mutikau dan lau pahudu kiku. Kain-kain tersebut
dikenakan sebagai sarung setinggi dada (lau pahudu kiku) dengan bagian
bahu tertutup taba huku yang sewarna dengan sarung.
Di kepala terikat tiara berwarna polos yang
dilengkapi dengan hiduhai atau hai kara. Pada dahi disematkan perhiasan
logam (emas atau sepuhan) yaitu maraga, sedangkan di telinga tergantung
mamuli perhiasan berupa kalung-kalung keemasan juga digunakan pada
sekitar leher, menjurai ke bagian dada.
Kabupaten Sumba Barat Daya
merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) -
Indonesia sebagai pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat, dan dibentuk
berdasarkan UU no. 16 tahun 2007. Peresmian dilakukan oleh Penjabat
Mendagri Widodo A.S. pada tanggal 22 Mei 2007
Sekilas Sumba Barat Daya (SBD)
Kabupaten
Sumba Barat Daya merupakan bagian dari Pulau Sumba yang membentang
antara 900 18’ – 1000 20’ Lintang Selatan (LS) dan 11800 55’ – 12000 23’
Bujur Timur (BT).
Luas
wilayah daratan adalah 1.445,32 kilometer persegi. Sebagian besar
wilayahnya berbukit-bukit di mana hampir 50 persen luas wilayahnya
memiliki kemiringan 140 – 400. Topografi yang berbukit-bukit
mengakibatkan tanah rentan terhadap erosi.
Batas
wilayah Kabupaten ini yakni sebelah utara berbatasan dengan Selat
Sumba, sebelah selatan adalah Samudera Indonesia, sebelah barat
berbatasan dengan Samudera Indonesia dan sebelah timur berbatasan dengan
wilayah Kabupaten Sumba Barat.
Kabupaten
Sumba Barat Daya secara administrasi berdasarkan data statistik tahun
2007 terbagi atas 8 kecamatan, 94 desa, 2 kelurahan dengan jumlah
populasi penduduk sebanyak 255.961 jiwa. Kabupaten ini beribukota di
Tambolaka. Kab, Sumba Barat Daya memiliku 8 Kecamatan yaitu Kodi ,Kodi
Bangedo,Kodi Utara,Laura,Wewewa Barat , Wewewa Selatan ,Wewewa Timur dan
Wewewa Utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar